5.9.08

BUDAYA GOOGLING DI SEKOLAH

Diposting oleh KANG SOFY |

Larry Page dan Sergey Brin, dua orang penemu raksasa mesin pencari Google ini mungkin akan menggaruk-garuk kepala seandainya mengetahui kejadian yang dialami Mia, 16, dan Sasa, 17, (bukan nama asli). Pada selasa (8/7) dua siswa yang masih di kelas X di salah satu program Madrasah Aliyah Nurul Jadid (MANJ) Paiton Probolinggo tersebut dikenai sanksi harus menyusun kembali tugas makalah yang sudah
mereka buat sejak sebulan yang lalu.

“Makalah kita hasil googling, Pak,” begitulah jawaban mereka setelah saya mencoba bertanya penyebabnya.

Peristiwa yang dialami Mia dan Sasa hanyalah sekelumit cerita dari berjuta peristiwa serupa yang terjadi di negeri ini. Mesin pencari Google yang mulai beroperasi resmi tahun 1998 ini telah membuat pelajar maupun mahasiswa cenderung berpikir pragmatis ketika mereka diberi tugas makalah oleh guru atau dosen.

Kalimat don't be evil yang menjadi salah satu slogan Google ini seakan tak lagi menakutkan bagi mereka. Hal ini karena fasilitas yang disediakan cukuplah menjadi solusi praktis dibandingkan dengan harus mencari data dari tumpukan buku di perpustakaan.

Secara global, langkah preventif terhadap penyalahgunaan fasilitas internet ini sebenarnya sudah pernah menjadi berita hangat ketika Geert Wilders, seorang politisi Belanda secara resmi memublikasikan film dokumenter Fitna garapannya pada 28 Maret 2008. Film yang berdurasi 17 menit ini sangatlah melukai hati umat beragama sehingga Menkominfo Mohammad Nuh DEA menyatakan pemerintah akan memblokir situs berbagi video Youtube -yang resmi menjadi salah satu anak perusahaan Google pada 9 Oktober 2006- dan situs-situs porno mulai April hingga Mei 2008.

Sayangnya, keputusan pemerintah itu seakan menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat Indonesia untuk lagi-lagi meng-googling video itu.

Budaya “googling” yang berasal dari kata Google yang oleh Oxford English Dictionary diartikan menggunakan mesin pencari Google untuk memperoleh informasi di internet, seakan sudah menjadi teman setia bagi para netter (pengguna internet). Bahkan salah satu browser terkenal seperti Mozilla Firefox sudah mengintegrasikan mesin pencari yang berbasis di Mountain View, California, ini dalam salah satu produknya.

Filosofi Google yang sangat terkenal adalah never settle for the best yang mungkin
bisa diartikan diam berarti mati. Kalimat ini memiliki konotasi positif sebagai stimulasi belajar peserta didik kita dan tentunya juga untuk kita sebagai pendidik agar tidak tinggal diam terhadap segala perilaku menyimpang dalam aktivitas peserta didik di dalam dunia maya. Jadi don't be evil dan terima kasih Google.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan ketik komentar anda pada kotak di bawah ini, selanjutnya pilih salah satu opsi pada menu dropdown "beri komentar sebagai". Apabila anda memiliki google account pilih "google" jika tidak pilih name/url. Thanks for your comment!

Subscribe